Biografi Eka Tjipta Widjaja - Pemilik Sinar Mas Group
Profil dan Biografi Eka Tjipta Widjaja. Tak ada orang sukses yang tidak pernah merasakan kegagalan. Seperti cerita dari salah satu pengusaha besar ini, Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang pengusaha dan konglomerat Indonesia.
Berkat keuletannya dalam menjalankan bisnis perusahaannya, ia merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia berdasarkan Majalah Globe Asia edisi bulan desember 2012 dengan kekayaan mencapai 8,7 milyar Dolar Amerika Serikat.
Pada tahun 2017, berdasarkan Forbes, ia menduduki peringkat ke-3 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 5.6 miliar, ia merupakan pendiri sekaligus pemilik dari Sinar Mas Group.
Bisnis utamanya yaitu pulp dan kertas, agribisnis, properti dan jasa keuangan. Nama orisinil Eka Tjipta Widjaja yaitu Oei Ek Tjhong, ia dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1923 di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat miskin.
Ia pindah ke Indonesia dikala umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang dikala itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong balasannya pindah ke kota Makassar
Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi.
Namun ia hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang bau tanah dalam menuntaskan hutangnya ke rentenir. Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya lantaran dilema ekonomi. Ia pun mulai jualan.
Ia keliling kota Makassar, Dengan mengendarai sepeda, ia keliling kota Makasar menjajakan door to door permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko ayahnya. Dengan ketekunannya, usahanya mulai mengatakan hasil.
Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula dan biskuit dengan mengendarai sepedanya. Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi jalanan yang belum ibarat kini ini. Kebanyakan pemasok tidak mempercayainya.
Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang sanggup dibawa pulang oleh Eka. Hanya dua bulan, ia sudah mengail keuntungan Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat satu usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.
Eka Tjipta Widjaja Jatuh Bangun Membangun Bisnis
Namun ketika usahanya tumbuh subur, tiba Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total keuntungan Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di tengah impian yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan bahtera terbesar di luar Jawa).
Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik.
Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di akrab lokasi itu. Ia merencanakan menjual kuliner dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.
Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, panggangan kecil berisi arang untuk menciptakan air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam.
Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya. Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai tiba bekerja. Tapi hingga pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.
Setelah merasakan seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan belum dewasa sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun bekerja keras menentukan apa yang sanggup digunakan dan dijual.
Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan perbaiki hingga sanggup digunakan lagi. Ia pun berguru bagaimana menjahit karung. Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai materi bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga.
Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, kemudian ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan balasannya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40. Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk menciptakan kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, alasannya berdasarkan dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.
Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah. Eka mereguk keuntungan besar, tetapi mendadak ia nyaris gulung tikar lantaran Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6.
Eka rugi besar. Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, kemudian teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual kendaraan beroda empat jip, dua sedan serta menjual komplemen keluarga termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.
Usaha yang Pantang Menyerah dari Eka Tjipta Widjaja
Tapi Eka berusaha lagi. Dari perjuangan leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangun lagi, dan berdagang lagi.
Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur ibarat masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, ia juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.
Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 ia membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh.
Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah.
Namun sesudah ia kelola, bank tersebut menjadi besar dan mempunyai 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah.
Bisnis yang semakin banyak menciptakan Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.
Berkat keuletannya dalam menjalankan bisnis perusahaannya, ia merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia berdasarkan Majalah Globe Asia edisi bulan desember 2012 dengan kekayaan mencapai 8,7 milyar Dolar Amerika Serikat.
Pada tahun 2017, berdasarkan Forbes, ia menduduki peringkat ke-3 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 5.6 miliar, ia merupakan pendiri sekaligus pemilik dari Sinar Mas Group.
Bisnis utamanya yaitu pulp dan kertas, agribisnis, properti dan jasa keuangan. Nama orisinil Eka Tjipta Widjaja yaitu Oei Ek Tjhong, ia dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1923 di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat miskin.
Ia pindah ke Indonesia dikala umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang dikala itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong balasannya pindah ke kota Makassar
...Bersama ibu, aku ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di kawasan paling jelek di kapal, di bawah kelas dek. Hendak makan kuliner enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, lantaran untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dollar"Tiba di Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapat 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju.
Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi.
Namun ia hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang bau tanah dalam menuntaskan hutangnya ke rentenir. Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya lantaran dilema ekonomi. Ia pun mulai jualan.
Ia keliling kota Makassar, Dengan mengendarai sepeda, ia keliling kota Makasar menjajakan door to door permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko ayahnya. Dengan ketekunannya, usahanya mulai mengatakan hasil.
Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula dan biskuit dengan mengendarai sepedanya. Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi jalanan yang belum ibarat kini ini. Kebanyakan pemasok tidak mempercayainya.
Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang sanggup dibawa pulang oleh Eka. Hanya dua bulan, ia sudah mengail keuntungan Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat satu usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.
Eka Tjipta Widjaja Jatuh Bangun Membangun Bisnis
Namun ketika usahanya tumbuh subur, tiba Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total keuntungan Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di tengah impian yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan bahtera terbesar di luar Jawa).
![]() |
Eka Tjipta Widjaja |
Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di akrab lokasi itu. Ia merencanakan menjual kuliner dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.
Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, panggangan kecil berisi arang untuk menciptakan air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam.
Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya. Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai tiba bekerja. Tapi hingga pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.
Setelah merasakan seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan belum dewasa sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun bekerja keras menentukan apa yang sanggup digunakan dan dijual.
Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan perbaiki hingga sanggup digunakan lagi. Ia pun berguru bagaimana menjahit karung. Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai materi bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga.
Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, kemudian ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan balasannya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40. Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk menciptakan kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, alasannya berdasarkan dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.
Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah. Eka mereguk keuntungan besar, tetapi mendadak ia nyaris gulung tikar lantaran Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6.
Eka rugi besar. Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, kemudian teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual kendaraan beroda empat jip, dua sedan serta menjual komplemen keluarga termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.
Usaha yang Pantang Menyerah dari Eka Tjipta Widjaja
Tapi Eka berusaha lagi. Dari perjuangan leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangun lagi, dan berdagang lagi.
Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur ibarat masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, ia juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.
Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 ia membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh.
![]() |
Eka Tjipta Widjaja |
Namun sesudah ia kelola, bank tersebut menjadi besar dan mempunyai 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah.
Bisnis yang semakin banyak menciptakan Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.
...Apa pun kesulitan yang dihadapi, asalkan mempunyai keinginan untuk melawan, niscaya semua kesulitan sanggup diatasi - Eka Tjipta WidjajaEka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang perempuan berjulukan Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya yaitu Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. biografiku.com
0 Response to "Biografi Eka Tjipta Widjaja - Pemilik Sinar Mas Group"
Post a Comment