Biografi Sutan Syahrir - Jagoan Nasional Indonesia
Biografi Sutan Syahrir. Nama tokoh satu ini tidak sanggup dilepaskan dari sejarah proses berdirinya Republik Indonesia. Sutan Syahrir dikenal sebagai seorang pemikir dan juga perintis berdirinya Republik Indonesia. Ia dikenal dengan julukan 'Si Kancil' dan juga 'The Smiling Diplomat.' Beliau dikenal sebagai perdana menteri pertama Indonesia dikala Republik Indonesia merdeka pada tahun 1945. Berkat jasa-jasanya pula, pemerintah Indonesia memperlihatkan tanda kepada Sutan Syahrir sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Mengenai biografi, profil dari Sutan Syahrir sendiri, dia lahir pada tanggal 5 maret 1909 di kota padang panjang, Sumatera Barat. Ia mempunyai saudara perempuan berjulukan Rohana Kudus. Ayahnya berjulukan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan ibunya berjulukan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat.
Orang renta Sutan Syahrir merupakan orang yang terpandang di Sumatera. Ayahnya menjabat sebagai penasihat Sultan Deli dannjuga kepala jaksa atau landraad pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Karena lahir di keluarga yang kondisi ekonominya berkecukupan, Sutan Syahrir masuk di sekolah terbaik pada zaman kolonal Belanda dikala itu. Ia memulai pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School) atau setingkat sekolah dasar.
Setelah menuntaskan pendidikan di ELS, ia kemudian masuk di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan sekolah menengah pertama atau SMP. Disini ia kemudian banyak membaca buku-buku abnormal terbitan eropa dan juga karya-karya sastra dari luar. Tamat dari MULO pada tahun 1926, ia kemudian pindah ke Bandung dan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) yang merupakan sekolah termahal dan terbaik di Bandung.
Mulai Terjun ke Dunia Organisasi
Di AMS, ia menjadi siswa terbaik disana, Sutan Syahrir banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku terbitan Eropa dan juga mengikuti klub kesenian di sekolahnya. Ia juga aktif dalam klub debat di AMS. Selain itu, ia juga mendirikan sekolah berjulukan Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat) yang ditujukan untuk bawah umur buta abjad dan dari keluarga yang kurang mampu.
Pengalamannya dalam berorganisasi di sekolah membawanya terjun kedalam dunia politik dikala itu. Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai penggagas dalam berdirinya Jong Indonesië (himpunan cowok nasionalis) pada tanggal 20 februari 1927 yang kemudian mengubah nama menjadi Pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia kemudian menjadi penggerak dimulainya Kongres Pemuda Indonesia yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 1928.
Sebagai seorang pelajar dikala itu, Sutan Syahrir kerap dikejar-kejar oleh polisi Belanda di Bandung alasannya ialah sering membaca informasi mengenai pemberontakan PKI pada tahun 1926 yang dikala itu terlarang untuk dibaca bagi pelajar sekolah. Sutan Syajrir juga merupakan pemimpin redaksi dari Himpunan Pemuda Nasional yang kerap berurusan dengan kepolisian Bandung kerena kerap mengkritik pemerintahan kolonial dikala itu.
Kuliah di Belanda dan Menjadi Aktivis Sosialis
Tamat dari AMS, ia kemudian berangkat ke Belanda dan melanjutkan kuliahnya disana. Ia kemudian masuk fakultas aturan di Universitas Amsterdam, di Belanda. Disana, Sutan Syahrir banyak mempelajari teori-teori sosialisme sampai kemudian ia dikenal sebagai seorang sosialis yang cenderung ke 'kiri' dan bersikap radikal terhadap hal-hal yang berbau kapitalisme. Di Belanda, dia bekerja di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Disana juga ia kemudian berkenal dengan Salomon Tas yang merupakan Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan juga perempuan berjulukan Maria Duchateau yang kelak menjadi istrinya yang ia nikahi pada tahun 1932. Di Belanda juga, Sutan Syahrir bergabung dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin oleh Mohammad Hatta.
Khawatir akan pergerakan organisasi pergerakan cowok Indonesia, kemudian pemerintah Belanda dengan ketat mengawasi bahkan melaksanakan aksi razia menyerupai memenjarakan para pemimpin pergerakan menyerupai Ir. Soekarno sampai kemudian PNI (Partai Nasional Indonesia) oleh pelopor PNI sendiri. Bersama dengan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan untuk melaksanakan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan goresan pena mereka melalui majalah Daulat Rakjat yang dimiliki oleh Pendidikan Nasional Indonesia.
Pengalamannya dalam berorganisasi dikala masih menjadi pelajar dan juga dikala kuliah di Belanda menciptakan ia segera bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) yang diketuainya pada tahn 1932. Sebagai tokoh yang mempunyai pandangan sosialis, Sutan Syahrir juga ikut tergabung dalam pergerakan buruh. Tulisan-tulisan Syahrir wacana perburuhan kia tuangkan dalam majalan Daulat Rakjat dan sering berbicara mengenai buruh di forum-frum politik sehingga menciptakan Sutan Syahrir di daulat sebagai ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Memimpin Partai PNI Baru Bersama Bung Hatta
Kembalinya Hatta ke Indonesia sehabis dari Belanda dan memimpin Partai PNI Baru bersama Sutan Syahrir menciptakan PNI Baru ini cenderung lebih radikal dibanding PNI dikala masih dibawah kepemimpinan Soekarno. Hal ini kemudian menciptakan pemerintah kolonial Belanda lebih mengawasi secara ketat aktifitas PNI gres ini yang diketuai oleh Syahrir dan Mohammad Hatta.
Pergerakan PNI Baru dibawah komando Hatta dan Sutan Syahrir yang cenderung semakin radikal dengan mobilisasi massa besar-besaran menciptakan Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta final ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan dipenjarakan, kemudian mereka berdua diasingkan di Boven-Digoel dan kemudian dibuang selama enam tahun di Banda Neira di Kepulauan Banda.
Pada masa kependudukan Jepang, Sutan Syahrir pergerakan 'bawah tanah' membangun jaringan untuk mempersiapkan diri merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang menyerupai yang dilakukan oleh Ir. Soekarno. Syahrir percaya bahwa kependudukan Jepang sudah tidak usang lagi dan Jepang tak mungkin menang dalam perang melawan sekutu sehingga Indonesia harus cepat merebut kemerdekaan dari tangan Jepang.
Sutan Syahrir kemudian mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaaan Indonesia pada tangga 15 Agustus 1945, desakan itu juga didukung oleh para cowok dikala itu. Namun Soekarno dan Hatta menolak dan tetap sesuai dengan rencana yakni tanggal 24 september 1945 yang ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibuat oleh jepang.
Hal tersebut kemudian mengundang kekecewaan dari para cowok Indonesia terlebih lagi jepang diketahui telah mengalah dan kalah perang oleh sekutu. Hal inilah yang kemudian menciptakan kaum muda dikala itu menculik Soekarno dan Mohammad Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 guna menjauhkan dari efek Jepang dan mendesak biar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Menjadi Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia
Akhirnya pada tanggal 17 agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pasca kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir kemudian ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri pertama Republik Indonesia dan menjadi perdana menteri termuda di dunia yakni berusia 36 tahun, dia juga menjabat sebagai Menteri Luar Negerin dan Menteri Dalam Negeri dikala Republik Indonesia gres saja merdeka, meskipun begitu banyak tulisan-tulisan Sutan Syahrir yang cenderung mengkritik dan menyerang Soekarno. Tulisannya yang populer yaitu Perjuangan Kita.
Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi insiden penculikan perdana menteri Sutan Syahrir pada tanggal 26 juni 1946 yang dilakukan oleh kaum Persatuan Perjuangan yang merasa kecewa atas diplomasi yang dilakukan oleh Sutan Syahrir dibawah kabinetnya yaitu Syahrir II kepada pemerintah Belanda dikala itu yang ingin kembali menguasai Indonesia. Diplomasi Kabinet Syahrir hanya menuntut akreditasi wilayah Jawa dan Madura sebagai wilayah Indonesia, namun kaum Persatuan Perjuangan menginginkan kemerdekaan Indonesia sepeuhnya meliputi seluruh wilayah Nusantara menyerupai yang dicetuskan oleh Tan Malaka.
Penculikan Sutan Syahrir
Kaum Persatuan Perjuangan yang menculik Sutan Syahrir ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan termasuk Tan Malaka didalamnya. Ada juga yang menyampaikan bahwa Jenderal Besar Sudirman ikut terlibat dalam penculikan Sutan Syahrir. Penculikan Sutan Syahrir ini kemudian menciptakan Presiden Soekarno dikala itu murka besar. Pada tanggal 1 juli 1946, 14 pimpinan yang melaksanakan penculikan yang didalamnya termasuk Tan Malaka berhasil ditangkap dan kemudian dipenjarakan oleh polisi Surakarta di penjara Wirogunan.
Tanggal 2 juli 1946, Mayor Jendral Soedarsono kemudian menyerbu penjara tersebut dan kemudian berhasiil membebaskan pimpinan dari aksi penculikan Sutan Syahrir. Hingga kemudian Presiden Soekarno balasannya kemudian memerintahkan Soeharto yang dikala itu menjabat sebagai pimpinan tentara di Surakarta untuk menangkap Mayor Jendral Soedarsono. Hingga kemudian pada tanggal 3 juli 1946 Mayor Jendral Soedarsono balasannya berhasil di tangkap oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai sebuah perebutan kekuasaan pertama atas Republik Indonesia yang mengalami kegagalan.
Kemudian pada tanggal 2 oktober 1946, Sutan Syahrir kembali menjadi Perdana Menteri yang kemudian melanjutkan negosiasi Linggarjati yang populer 15 november 1946. Sutan Syahrir diketahui sangat mengakui Presiden Soekarno sebagai pemimpin besar dari Indonesia dan banyak yang menyampaikan bahwa tanpa presiden Soekarno, Sutan Syahrir tidak ada apa-apanya.
Ahli Diplomasi Indonesia di Kancah Internasional
Sutan Syahrir juga dikenal sebagai ketua BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat), dia juga merupakan perangcang dari perubahan kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer di Indonesia. Sebagai perdana menteri Sutan Syahrir telah melaksanakan perombakan kabinet sebanyak tiga kali yaitu kabinet Syahrir I, Syahrir II dan Syahrir III. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia di kancah Internasional melalui jalur diplomasi.
Mendirikan Partai Sosialis Indonesia
Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai diplomat muda yang ulung berkat pidatonya dikala ia mewakili Indonesia di sidang umum PBB. Bahkan beberapa wartawan kemudian menyebut Sutan Syahrir dengan julukan The Smiling Diplomat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri, Sutan Syahrir kemudian menjadi penasihat Presiden Soekarno dan juga sebagai Duta Besar untuk Indonesia. Tahun 1948, Sutan Syahrir kemudian mendirikan Partai PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang berhaluan kiri dan berdasar atas fatwa Marx-Engels yang menjunjung tinggi persamaan derajat manusia. Di tahun itu juga ia kemudian berpisah dengan Maria Duchateau.
Sutan Syahrir Ditangkap dan Wafat
Kemudian pada tahun 1951, Sutan Syahrir menikah dengan perempuan berjulukan Siti Wahyunah yang kemudian memberinya dua orang anak berjulukan Kriya Arsyah Sjahrir dan Siti Rabyah Parvati Sjahrir. Sutan Syahrir juga dikenal sebagai tokoh yang gemar dengan musik klasik dan sering memainkan biola. Sutan Syahrir juga menyukai menerbangkan pesawat. Kemudian pada tahun 1955, sehabis Partainya gagal dalam pemilihan umum, hubungannya dengan presiden Soekarno mulai renggang dan memburuk. Hingga kemudian pada 1960, Partai Sosialis Indonesia yang didirikan oleh Sutan Syahrir balasannya dibubarkan. Kemudian pada tahun 1962 Sutan Syahrir kemudian ditangkap kemudian dipenjara tanpa pernah diadili sampai tahun 1965, ia kemudian menderita penyakit stroke.
Akhirnya pemerintah dikala itu mengizinkan Sutan Syahrir untuk berobat di Zurich, Swiss. Hingga balasannya pada tanggal 9 April 1966, Sutan Syahrir balasannya menghembuskan nafas terakhirnya, jenazahnya kemudian dimakamkan di taman makan pahlwan kalibata, Jakarta. Sebagai balas jasa ditanggal yang sama sempurna dikala Sutan Syahrir meninggal dunia, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Sutan Syahrir atas jasa-jasanya sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia melalui melalui Keppres nomor 76 tahun 1966.
Biodata Sutan Syahrir - Pahlawan Nasional Indonesia.
Mengenai biografi, profil dari Sutan Syahrir sendiri, dia lahir pada tanggal 5 maret 1909 di kota padang panjang, Sumatera Barat. Ia mempunyai saudara perempuan berjulukan Rohana Kudus. Ayahnya berjulukan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan ibunya berjulukan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat.
Orang renta Sutan Syahrir merupakan orang yang terpandang di Sumatera. Ayahnya menjabat sebagai penasihat Sultan Deli dannjuga kepala jaksa atau landraad pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Karena lahir di keluarga yang kondisi ekonominya berkecukupan, Sutan Syahrir masuk di sekolah terbaik pada zaman kolonal Belanda dikala itu. Ia memulai pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School) atau setingkat sekolah dasar.
Setelah menuntaskan pendidikan di ELS, ia kemudian masuk di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan sekolah menengah pertama atau SMP. Disini ia kemudian banyak membaca buku-buku abnormal terbitan eropa dan juga karya-karya sastra dari luar. Tamat dari MULO pada tahun 1926, ia kemudian pindah ke Bandung dan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) yang merupakan sekolah termahal dan terbaik di Bandung.
Mulai Terjun ke Dunia Organisasi
Di AMS, ia menjadi siswa terbaik disana, Sutan Syahrir banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku terbitan Eropa dan juga mengikuti klub kesenian di sekolahnya. Ia juga aktif dalam klub debat di AMS. Selain itu, ia juga mendirikan sekolah berjulukan Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat) yang ditujukan untuk bawah umur buta abjad dan dari keluarga yang kurang mampu.
Pengalamannya dalam berorganisasi di sekolah membawanya terjun kedalam dunia politik dikala itu. Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai penggagas dalam berdirinya Jong Indonesië (himpunan cowok nasionalis) pada tanggal 20 februari 1927 yang kemudian mengubah nama menjadi Pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia kemudian menjadi penggerak dimulainya Kongres Pemuda Indonesia yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 1928.
Sebagai seorang pelajar dikala itu, Sutan Syahrir kerap dikejar-kejar oleh polisi Belanda di Bandung alasannya ialah sering membaca informasi mengenai pemberontakan PKI pada tahun 1926 yang dikala itu terlarang untuk dibaca bagi pelajar sekolah. Sutan Syajrir juga merupakan pemimpin redaksi dari Himpunan Pemuda Nasional yang kerap berurusan dengan kepolisian Bandung kerena kerap mengkritik pemerintahan kolonial dikala itu.
Kuliah di Belanda dan Menjadi Aktivis Sosialis
Tamat dari AMS, ia kemudian berangkat ke Belanda dan melanjutkan kuliahnya disana. Ia kemudian masuk fakultas aturan di Universitas Amsterdam, di Belanda. Disana, Sutan Syahrir banyak mempelajari teori-teori sosialisme sampai kemudian ia dikenal sebagai seorang sosialis yang cenderung ke 'kiri' dan bersikap radikal terhadap hal-hal yang berbau kapitalisme. Di Belanda, dia bekerja di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Disana juga ia kemudian berkenal dengan Salomon Tas yang merupakan Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan juga perempuan berjulukan Maria Duchateau yang kelak menjadi istrinya yang ia nikahi pada tahun 1932. Di Belanda juga, Sutan Syahrir bergabung dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin oleh Mohammad Hatta.
Khawatir akan pergerakan organisasi pergerakan cowok Indonesia, kemudian pemerintah Belanda dengan ketat mengawasi bahkan melaksanakan aksi razia menyerupai memenjarakan para pemimpin pergerakan menyerupai Ir. Soekarno sampai kemudian PNI (Partai Nasional Indonesia) oleh pelopor PNI sendiri. Bersama dengan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan untuk melaksanakan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan goresan pena mereka melalui majalah Daulat Rakjat yang dimiliki oleh Pendidikan Nasional Indonesia.
"Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan." - Sutan Syahrir.Melihat menurunnya semangat pergerakan di Indonesia akhir pengawasan pemerintah kolonial Belanda yang ketat menciptakan Sutan Syahrir pada 1931 menentukan berhenti kuliah dan kemudian kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pergerakan nasional menuju kemerdekaan Indonesia.
Pengalamannya dalam berorganisasi dikala masih menjadi pelajar dan juga dikala kuliah di Belanda menciptakan ia segera bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) yang diketuainya pada tahn 1932. Sebagai tokoh yang mempunyai pandangan sosialis, Sutan Syahrir juga ikut tergabung dalam pergerakan buruh. Tulisan-tulisan Syahrir wacana perburuhan kia tuangkan dalam majalan Daulat Rakjat dan sering berbicara mengenai buruh di forum-frum politik sehingga menciptakan Sutan Syahrir di daulat sebagai ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Memimpin Partai PNI Baru Bersama Bung Hatta
Kembalinya Hatta ke Indonesia sehabis dari Belanda dan memimpin Partai PNI Baru bersama Sutan Syahrir menciptakan PNI Baru ini cenderung lebih radikal dibanding PNI dikala masih dibawah kepemimpinan Soekarno. Hal ini kemudian menciptakan pemerintah kolonial Belanda lebih mengawasi secara ketat aktifitas PNI gres ini yang diketuai oleh Syahrir dan Mohammad Hatta.
Pergerakan PNI Baru dibawah komando Hatta dan Sutan Syahrir yang cenderung semakin radikal dengan mobilisasi massa besar-besaran menciptakan Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta final ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan dipenjarakan, kemudian mereka berdua diasingkan di Boven-Digoel dan kemudian dibuang selama enam tahun di Banda Neira di Kepulauan Banda.
Pada masa kependudukan Jepang, Sutan Syahrir pergerakan 'bawah tanah' membangun jaringan untuk mempersiapkan diri merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang menyerupai yang dilakukan oleh Ir. Soekarno. Syahrir percaya bahwa kependudukan Jepang sudah tidak usang lagi dan Jepang tak mungkin menang dalam perang melawan sekutu sehingga Indonesia harus cepat merebut kemerdekaan dari tangan Jepang.
Sutan Syahrir kemudian mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaaan Indonesia pada tangga 15 Agustus 1945, desakan itu juga didukung oleh para cowok dikala itu. Namun Soekarno dan Hatta menolak dan tetap sesuai dengan rencana yakni tanggal 24 september 1945 yang ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibuat oleh jepang.
Hal tersebut kemudian mengundang kekecewaan dari para cowok Indonesia terlebih lagi jepang diketahui telah mengalah dan kalah perang oleh sekutu. Hal inilah yang kemudian menciptakan kaum muda dikala itu menculik Soekarno dan Mohammad Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 guna menjauhkan dari efek Jepang dan mendesak biar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Menjadi Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia
Akhirnya pada tanggal 17 agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pasca kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir kemudian ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri pertama Republik Indonesia dan menjadi perdana menteri termuda di dunia yakni berusia 36 tahun, dia juga menjabat sebagai Menteri Luar Negerin dan Menteri Dalam Negeri dikala Republik Indonesia gres saja merdeka, meskipun begitu banyak tulisan-tulisan Sutan Syahrir yang cenderung mengkritik dan menyerang Soekarno. Tulisannya yang populer yaitu Perjuangan Kita.
Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi insiden penculikan perdana menteri Sutan Syahrir pada tanggal 26 juni 1946 yang dilakukan oleh kaum Persatuan Perjuangan yang merasa kecewa atas diplomasi yang dilakukan oleh Sutan Syahrir dibawah kabinetnya yaitu Syahrir II kepada pemerintah Belanda dikala itu yang ingin kembali menguasai Indonesia. Diplomasi Kabinet Syahrir hanya menuntut akreditasi wilayah Jawa dan Madura sebagai wilayah Indonesia, namun kaum Persatuan Perjuangan menginginkan kemerdekaan Indonesia sepeuhnya meliputi seluruh wilayah Nusantara menyerupai yang dicetuskan oleh Tan Malaka.
Penculikan Sutan Syahrir
Kaum Persatuan Perjuangan yang menculik Sutan Syahrir ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan termasuk Tan Malaka didalamnya. Ada juga yang menyampaikan bahwa Jenderal Besar Sudirman ikut terlibat dalam penculikan Sutan Syahrir. Penculikan Sutan Syahrir ini kemudian menciptakan Presiden Soekarno dikala itu murka besar. Pada tanggal 1 juli 1946, 14 pimpinan yang melaksanakan penculikan yang didalamnya termasuk Tan Malaka berhasil ditangkap dan kemudian dipenjarakan oleh polisi Surakarta di penjara Wirogunan.
Kemudian pada tanggal 2 oktober 1946, Sutan Syahrir kembali menjadi Perdana Menteri yang kemudian melanjutkan negosiasi Linggarjati yang populer 15 november 1946. Sutan Syahrir diketahui sangat mengakui Presiden Soekarno sebagai pemimpin besar dari Indonesia dan banyak yang menyampaikan bahwa tanpa presiden Soekarno, Sutan Syahrir tidak ada apa-apanya.
Ahli Diplomasi Indonesia di Kancah Internasional
Sutan Syahrir juga dikenal sebagai ketua BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat), dia juga merupakan perangcang dari perubahan kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer di Indonesia. Sebagai perdana menteri Sutan Syahrir telah melaksanakan perombakan kabinet sebanyak tiga kali yaitu kabinet Syahrir I, Syahrir II dan Syahrir III. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia di kancah Internasional melalui jalur diplomasi.
"Penyelesaian nasib bangsa kita hanya akan ditentukan oleh orang-orang yang berhati besar,kuat dan jujur serta bercita-cita tinggi dan murni" - Sutan SyahrirMeskipun tidak lagi menjadi perdana menteri Indonesia pada tahun 1947, Sutan Syahrir tetap akhif memperjuangkan kedaulatan Indonesia di lembaga Internasional. Hal itu ia lakukan dikala ia ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) bersama dengan Haji Agus Salim. Ketika Indonesia terus digempur oleh aksi aksi militer Belanda tahun 1947, Sutan Syahrir berpidato mengenai kedaulatan Indonesia dan usaha bangsa merebut kemerdekaan di tanah mereka sendiri. Argumen-argumen yang dikeluarkan oleh Sutan Syahrir wacana kedaulatan dan usaha Indonesia kemudian mematahkan argumen perwakilan Belanda yaitu Eelco van Kleffens. Diplomasi Republik Indonesia yang diwakili oleh Sutan Syahrir kemudian menciptakan PBB ikut campur dalam persoalan Indonesia-Belanda yang kemudian mendesak Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
Mendirikan Partai Sosialis Indonesia
Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai diplomat muda yang ulung berkat pidatonya dikala ia mewakili Indonesia di sidang umum PBB. Bahkan beberapa wartawan kemudian menyebut Sutan Syahrir dengan julukan The Smiling Diplomat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri, Sutan Syahrir kemudian menjadi penasihat Presiden Soekarno dan juga sebagai Duta Besar untuk Indonesia. Tahun 1948, Sutan Syahrir kemudian mendirikan Partai PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang berhaluan kiri dan berdasar atas fatwa Marx-Engels yang menjunjung tinggi persamaan derajat manusia. Di tahun itu juga ia kemudian berpisah dengan Maria Duchateau.
Sutan Syahrir Ditangkap dan Wafat
Kemudian pada tahun 1951, Sutan Syahrir menikah dengan perempuan berjulukan Siti Wahyunah yang kemudian memberinya dua orang anak berjulukan Kriya Arsyah Sjahrir dan Siti Rabyah Parvati Sjahrir. Sutan Syahrir juga dikenal sebagai tokoh yang gemar dengan musik klasik dan sering memainkan biola. Sutan Syahrir juga menyukai menerbangkan pesawat. Kemudian pada tahun 1955, sehabis Partainya gagal dalam pemilihan umum, hubungannya dengan presiden Soekarno mulai renggang dan memburuk. Hingga kemudian pada 1960, Partai Sosialis Indonesia yang didirikan oleh Sutan Syahrir balasannya dibubarkan. Kemudian pada tahun 1962 Sutan Syahrir kemudian ditangkap kemudian dipenjara tanpa pernah diadili sampai tahun 1965, ia kemudian menderita penyakit stroke.
Akhirnya pemerintah dikala itu mengizinkan Sutan Syahrir untuk berobat di Zurich, Swiss. Hingga balasannya pada tanggal 9 April 1966, Sutan Syahrir balasannya menghembuskan nafas terakhirnya, jenazahnya kemudian dimakamkan di taman makan pahlwan kalibata, Jakarta. Sebagai balas jasa ditanggal yang sama sempurna dikala Sutan Syahrir meninggal dunia, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Sutan Syahrir atas jasa-jasanya sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia melalui melalui Keppres nomor 76 tahun 1966.
Biodata Sutan Syahrir - Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama : Sutan Syahrir
- Tempat Tanggal Lahir : Padang Panjang, 5 Maret 1909
- Wafat : 9 April 1966 di Swiss.
- Orang Tua : Mohammad Rasad, Puti Siti Rabiah
- Saudara : Rohana Kudus
- Istri : Maria Duchateau, Siti Wahyunah
- Anak : Kriya Arsyah Sjahrir, Siti Rabyah Parvati Sjahrir
- Agama : Islam
Jabatan :
- Perdana Menteri pertama Republik Indonesia
- Ketua Partai Sosialis Indonesia (PSI)
- Ketua delegasi Republik Indonesia pada Perundingan Linggarjati
- Duta Besar Keliling (Ambassador-at-Large) Republik Indonesia
Karya Sutan Syahrir
- Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940)
- Pergerakan Sekerja, tahun 1933
- Perjuangan Kita, tahun 1945
- Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara Cipinang dan kawasan pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938).
- Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Indonesische Overpeinzingen oleh HB Yassin)
- Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bab ke-2 karangan Sutan Sjahrir)
- Renungan dan Perjuangan, tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari Indonesische Overpeinzingen dan Bagian II Out of Exile)
- Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952 – 1953)
- Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953)
- Karangan–karangan dalam "Sikap", "Suara Sosialis" dan majalah–majalah lain
- Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan goresan pena Sutan Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas).
0 Response to "Biografi Sutan Syahrir - Jagoan Nasional Indonesia"
Post a Comment