Zakat Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
A. Latar Belakang Masalah
Syari’at Islam sebagai pemikiran wahyu sanggup dipetakan menjadi dua kelompok. Pertama pemikiran Islam yang bersifat absolut, universal dan permanen tidak berubah dan tidak sanggup dirubah. Termasuk kelompok ini yaitu pemikiran Islam yang tercantum dalam al-Qur’an dan hadis mutawatir, yang penunjukkannya telah terang ( qat’i ad-dalālah ). Kedua pemikiran Islam yang bersifat relatif, lokal dan temporal yang senantiasa mengadaptasi perkembangan dan perubahan zaman. Termasuk dalam kelompok kedua ini yaitu pemikiran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad.[1]
Ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad ini, banyak melibatkan otoritas rasio dan kreatifitas manusia. Selanjutnya mendapat perhatian terbesar para ulama. Begitu besarnya perhatian ulama terhadap permasalahan ijtihadiyyah tersebut sanggup dilihat contohnya dari lahirnya imam-imam mazhab fiqih sunni, Abu Hanafah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad. Namun demikian produk ijtihad para ulama mujtahid yang pada umumnya ditulis dan dikodifikasikan pada kala kedua itu, sebagiannya ada yang kurang relevan lagi dengan kondisi sekarang. Karena bagaimanapun priode ijtihad tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi konkret pada masa itu. Adalah kiprah para ulama kontemporer sebagaimana dikemukakan oleh Yūsuf al-Qaradawī, memperbaharui dan mereformulasi produk ijtihad tersebut. Termasuk ijtihad di bidang zakat, dengan mengadaptasi perubahan dan perkembangan mutakhir di kalangan masyarakat.[2]
Dalam kerangka pemikiran yang demikian, zakat di samping sebagai salah satu bentuk ibadah yang menempati posisi ketiga dalam rukun Islam,di sisi lain sanggup dikategorikan sebagai kewajiban sosial, yang karenanya pengembangan dan pelaksanaannya sanggup difikirkan dengan jalan ijtihad.[3]
Adapun salah satu duduk kasus yang timbul dikala ini yaitu berkaitan dengan al-amwāl az-zakāwiyyah (harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya). Hal ini lantaran di dalam Hadis Nabi SAW telah dijelaskan dengan gamblang wacana jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, seperti: emas, perak, gandum, sya’ir kurma, unta, lembu dan kambing.[4] Sementara perubahan dan perkembangan kondisi menjadikan wujud-wujud gres dari harta benda dan cara-cara gres dari pengembangan dan perolehan harta benda, menyerupai timbulnya aneka macam macam jenis-jenis usaha, yang pada umumnya jenis-jenis perjuangan yang ada kini ini belum dikenal pada masa Rasulullah, sahabat maupun pada masa diletakkannya aturan fiqh, sehingga usaha-usaha yang sifatnya gres belum masuk pada fiqih zakat yang ada. Dalam menghadapi hal ini ulama fiqih berbeda pendapat, sebagian ulama perpegang teguh pada aspek tekstual hadis, sehingga mereka hanya mewajibkan zakat pada harta kekayaan sebagaimana tersebut di atas, sementara yang lain mencoba menelusuri illat yang melatarbelakangi kewajiban zakat pada kekayaan-kekayaan tersebut. Yakni disifati an–namā’ (berkembang), karenanya mereka mewajibkan zakat pada seluruh jenis harta yang mempunyai illat tersebut.
B. Pokok Masalah
Dari latar belakang yang penyusun deskripsikan di atas, sanggup dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah praktek pelaksanaan zakat Desa Harjowinangun Barat dalam tinjauan aturan Islam.
C. Tujuan Dan Kegunaan
1. Tujuan
Memberikan citra wacana pelaksanaan zakat di Desa Harjowinangun Barat, dalam tinjauan aturan Islam.
2. Kegunaan
a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khazanah pengetahuan wacana aturan Islam, terutama yang berkaitan erat dengan kewajiban pengeluaran zakat hasil usaha
b. Diharapkan sanggup berkhasiat bagi para teorisi, praktisi dan peneliti dalam bidang aturan Islam, juga sanggup menjadi materi bahasan lebih lanjut, sehingga sanggup berkhasiat bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi merupakan bentuk isim masdar dari akar kata yang bermakna an-namā’(tumbuh), al-barakāh (barakah), at-tahārah (bersih), as-salāh (kebaikan), safwatu asy-Syā’i (jernihnya sesuatu)[5], dan al-madu (pujian)[6].
Pengertian zakat secara etimilogi ini terangkum dalam ayat:
خذمن أموالهم صدقة تطهّرهم وتزكّيهم بهاوصلّ عليهم[7]
Ayat tersebut bermaksud bahwa zakat itu akan membersihkan, mensucikan dan menumbuhkan pahala orang yang melaksanakannya.[8]
Adapun pengertian zakat secara terminologis, para ulama memperlihatkan rumusan yang berbeda-beda, diantaranya adalah:
a. As-Sayyid Sabiq
اسم لما يخرجه الانسان من حقّ الله تعالى الى الفقراء وسميت زكاة لما يكون فيما من رجاء البركة وتزكية النّفس[9]
b. Abdurrahman Al –Jazāirī
الزكاة هو تمليك مال مخصوص لمستحقه بشرائط مخصوصة[10]
c. Muhammad Asy - Syaukani
d. Hasbi Ash Shiddieqy
Sebagian dari harta orang kaya yang telah ditentukan kadarnya oleh agama pada sebagian jenis harta dan telah ditentukan nisabnya pada sebagian jenis harta yang lain.[12]
Dari beberapa definisi ulama di atas sanggup disimpulkan bahwa zakat yaitu penggalan dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.[13]
Kata zakat dalam arti terminologi oleh al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut dalam satu konteks dengan shalat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan yang berada pada surat-surat yang turun di Makkah dan sisanya berada pada surat-surat yang turun di Madinah.[14]
Dari beberapa ayat al-Qur’an, kata zakat banyak sekali yang dihubungkan dengan kata salat dan kita diperintahkan untuk melaksanakannya menyerupai yang terdapat dalam surat al-Muzzammil ayat 20, sebagai berikut:
Di samping itu, al-Qur’an juga mengecam keras bagi orang yang tidak mau menunaikan perintah zakat tersebut, sebagaimana yang disinyalir dalam surat At- Taubah ayat 34, sebagai berikut:
والذّين يكنزون الذّهب والفضّة ولاينفقونهافىسبيل الله فبشّرهم بعذاب اليم[16]
Dengan demikian jelaslah bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban atas semua umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh nas-nas al-Qur’an, al-Hadis dan Ijma ulama.
Zakat dalam hirarkis aturan Islam merupakan rukun Islam ketiga, yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, yang disyari’atkan pertama kali pada bulan Syawal tahun II Hijriyah di Madinah. Kewajiban zakat itu bila ditinjau dari kekuatan hukumnya sangat besar lengan berkuasa lantaran mempunyai dasar aturan nas yang sudah pasti, menyerupai tersebut dibawah ini:
a. Al-Qur’an
وهوالذّي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات والنّخل والزرع مختلفاأكله والزيتون والرّمان متشابها وغيرمتشابه كلوا من ثمره
إنّ الذّين امنواوعملواالصّالحات واقامواالصّلوة وأتواالزّكوة لهم
اجرهم عند ربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون[19]
b. Al-Hadis
بنىالاسلام علىخمس شهادت ان لآاله الاّالله وانّ محمّدارسول الله واقام الصلاة وايتاءالزكاة والحجّ البيت وصوم رمضان[20]
يأمرنابالصّلاة والزكاة والصلة والعفا ف[21]
a. Ijma’
Yaitu adanya komitmen semua umat Islam di semua negara bahwa zakat yaitu wajib. Bahkan, para sahabat Nabi SAW setuju untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat dan mereka tergolong orang kafir dalam pandangan ulama.[22]
- Syarat-syarat Zakat
Untuk membatasi pengertian syarat, penyusun berpegang pada makna syarat yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang ada atau tidak adanya aturan tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.[23]
Dari pengertian tersebut, syarat dalam zakat ada dua, yaitu:
a. Syarat zakat yang berhubungan dengan subyek atau pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) yaitu Islam, merdeka, balig dan berakal.[24]
b. Syarat-syarat yang berafiliasi dengan jenis harta (sebagai obyek zakat)
Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat secara umum telah disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut pada lima kelompok harta, namun macam- macam jenis harta tersebut, tidak sebagai pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi additional yaitu sesuai dengan waktu itu.[25]
Dari sini sanggup diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya jenis (macam-macam) harta yang menjadi obyek zakat yaitu harta yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[26]
1) Milik penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang punya, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
2) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullāh maupun bertambah lantaran ikhtiar manusia. Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu sanggup mendatangkan income, laba atau pendapatan. Dengan begitu nampak terang bahwa jenis atau macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang mempunyai potensi sanggup dikembangkan atau berkembang dengan sendirinya.
3) Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Contoh: nisab ternak unta yaitu lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing. Sehingga apabila jumlah unta kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun ketentuan nisab zakat ini berdasarkan hadis Nabi SAW sebagai berikut:
4) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh diri dan keluarganya untuk hidup masuk akal sebagai manusia.
5) Bebas dari hutang
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu higienis dari hutang, baik hutang kepada Allah (nażar atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
6) Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun berdasarkan al-Jazaili< dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.[28] Hal ini sebagai mana dalam hadis Nabi SAW diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sebagai berikut:
Tahun yang dimaksud yaitu hitungan tahun Qamariyyah. Syarat ini hanya terbatas pada jenis harta: ternak, emas perak dan harta dagangan, masuk dalam istilah zakat modal. Untuk hasil pertanian, buah-buahan, harta karun dan yang sejenis disebut zakat pendapatan, tidak disyaratkan satu tahun.[30]
- Rukun Zakat
Adapun yang termasuk rukum zakat adalah:
a. Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakat
b. Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
Zakat berdasarkan garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu: zakat harta atau biasa disebut zakat mal dan zakat jiwa atau biasa disebut zakat fitrah.
1. Zakat Mal
Zakat mal yaitu penggalan dari harta kekayaan seseorang (juga tubuh hukum), yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu sesudah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.[32]
Di dalam al-Qur’an, Allah SWT tidak merinci secara detail wacana harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. al-Qur’an juga tidak menjelaskan wacana kadar prosentase kewajiban zakat tersebut. Tetapi Allah telah memperlihatkan amanat kepada Rasul-Nya Muhammad SAW untuk menjelaskan dan merinci hal tersebut, dalam bentuk sunnah, baik yang qauliyah maupun yang amaliyah. Hal ini merupakan perwujudan dari firman Allah sebagai berikut:
Pada mula-mula zakat difardukan tanpa menyebutkan secara gamblang wacana harta apa saja yang harus dizakati, demikian juga dengan ketentuan kadar zakatnya. Syara’ hanya menyuruh mengeluarkan zakat. Demikian keadaan itu berjalan hingga tahun ke dua Hijriyah, dan mulai dari tahun Hijriah inilah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya masing-masing.[34]
Adapun mengenai harta kekayaan yang wajib dizakati para ulama setuju ada empat macam, yaitu:
a. Emas Perak
b. Binatang ternak
c. Tanaman dan buah-buahan
a. Emas dan Perak
Dasar diwajibkannya zakat pada emas dan perak ialah firman Allah SWT, sebagai berikut:
Dari ayat tersebut sanggup disimpulkan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak wajib hukumnya. Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati ialah emas dan perak yang hingga nisabnya dan telah cukup setahun dimiliki, terkecuali emas dan perak yang gres diperoleh dari galian, maka tidak disyaratkan cukup setahun.[37]
Adapun emas tidak wajib dikeluarkan zakatnya hingga banyaknya mencapai 20 dinar, sedangkan untuk perak nisabnya 200 dirham. Ketentuan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
فإذاكانت لك مائتادرهم وحال عليهاالحول ففيهاخمسة دراهم ليس عليك شئ يعنىفىالذّهب حتّى يكون لك عشرون دينارافإذاكانت لك عشرون ديناراوحال عليهاالحول ففيهانصف دينار فمازاد فبحساب ذ لك[38]
قدعفوت عن الخيل والّرقيق فهاتوا صدقة الّرقةمن كلّ اربعين درهما درهماوليس في تسعين ومائة شئ فاذا بلغت ما ئتين ففيهاخمسة دراهيم[39]
Adapun berdasarkan perhitungan, nisab emas 20 dinar tersebut kurang lebih 94 gram, sedangkan nisab perak 200 dirham kurang lebih 624 gram, untuk kadar zakat masing-masing yaitu 2,5%.[40]
b. Binatang ternak
Dalil yang memperlihatkan adanya kewajiban zakat atas hewan ternak yaitu hadis Nabi riwayat al-Bukhari dari Abī Żar, sebagai berikut:
مامن رجل تكون له ابل أوبقرأوغنم لا يؤ دّى حقّهاإلاّأوتي بهايوم القيامة اعظم ماتكون وأسمنه تطؤه بأخفافهاتنطحه بقرونها كلمّاجازت أخراهاردّت عليه اولاهاحتّى يقض بين النّاس[41]
Dari hadis tersebut di atas, jumhur ulama setuju bahwa hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu unta, sapi, kerbau dan kambing.
Adapun syarat hewan ternak yang wajib dizakati adalah:
1). Jumlahnya mencapai nisab
2). Telah melewati masa satu tahun
3). Digembalakan di tempat penggembalaan umum, yakni tidak diberi makan di kandangnya, kecuali jarang sekali
4). Tidak dipakai untuk keperluan langsung pemiliknya, menyerupai untuk mengangkut barang, membajak sawah dan sebagainya.[42]
Nisab ternak dan kadar zakat antara ternak satu dengan yang lain barbeda. Pada penggalan ini akan dijelaskan wacana nisab dan kadar zakat masing-masing.
Unta
Nisab unta yaitu lima ekor, dengan kadar zakat seekor kambing. Adapun jikalau lebih dari nisab maka sanggup dilihat tabel berikut:
Tabel I
Nisab dan Kadar zakat Unta
Nisab | Kadar Zakat |
5 – 9 | 1 ekor kambing |
10 – 14 | 2 ekor kambing |
15 – 19 | 3 ekor kambing |
20 – 24 | Bintu Mahdah |
25 – 35 | Bintu Labun |
36 – 45 | Hiqqah |
46 – 60 | Jidzal |
61 – 75 | 2 ekor bintu labun |
91 – 90 | 2 ekor hiqqah |
91 – 120 | 2 ekor bintu labun |
Ketentuan nisab tersebut berdasarkan hadis Nabi SAW, riwayat al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri sebagai berikut:
Sapi
Nisab sapi yaitu 30 ekor dengan kadar zakat satu ekor sapi jantan atau betina umur satu tahun. Jika jumlahnya lebih dari jumlah tersebut, maka sanggup dilihat pada tabel berikut:
Tabel II
Nisab dan Kadar Zakat Sapi
Nisab sapi | Kadar Zakat |
30 – 39 | 1 ekor lembu umur 1 tahun |
40 – 59 | 2 ekor lembu musinnah |
60 – 69 | 2 ekor lembu tabi’I |
70 – 79 | 2 ekor lembu tabi’I, 1 musinnah |
80 – 89 | 2 ekor lembu betina umur 2 tahun |
90 – 99 | 3 ekor lembu umur1 tahun |
100 – 119 | 1 ekor lembu umur 2 th + 1 sapi umur 2 th. |
120 – seterusnya | 3 ekor lembu umur 2 th + 4 sapi umur 2 th |
Ketentuan nisab sapi tersebut, berdasarkan hadis Nabi saw dari Mu’ad, sebagai berikut:
Kambing
Sedangkan untuk nisab kambing[45] yaitu 40 ekor, dengan kadar zakat 1 ekor kambing, ini berlaku untuk jumlah 40-120 ekor, dan apabila lebih maka sanggup dilihat tabel berikut:
Tabel III
Nisab dan Kadar Zakat Kambing
Nisab kambing | Kadar zakat |
40-120 | 1 ekor kambing |
121-200 | 2 ekor kambing |
201-300 | 3 ekor kambing |
301-400 | 4 ekor kambing |
Ketentuan nisab tersebut baerdasarkan hadis Nabi SAW:
c. Tumbuh-tumbuhan (Hasil pertanian)
Dalil yang memperlihatkan adanya kewajiban zakat atas hasil pertanian adalah firman Allah SWT:
Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat dari apa yang dikeluarkan dari bumi.
Mengenai kewajiban zakat hasil pertanian ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Namun mereka masih berbeda pendapat wacana jenis pertanian yang wajib dizakati. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:[48]
1). Al-Hasan al-Basri, as-Sauri, dan as-Sya’ti beropini bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati hanya empat macam jenis tanaman, yaitu: gandum, kurma, padi dan anggur. Selain empat macam tersebut tidak wajib zakat.
2). Imam Abu Hanifah, beropini wajib dizakati semua hasil tanah yang diproduksi oleh manusia, dengan sedikit pengecualian antara lain pohon-pohonan yang tidak berbuah
3). Imam Malik berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang bisa tahan usang dan dan diproduksi oleh manusia.
4). Imam asy-Syafi’i berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang memberi kekuatan (mengenyangkan), bisa tahan usang dan diproduksi oleh manusia. Ketentuan berdasarkan firman Allah, sebagai berikut:
وهوالذي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات والنّحل والزّرع مختلفااكله والزيتون والرّمّان متشابهاوغير متشابه كلوامن ثمره اذا أثمرواتواحقّه يوم حصاده [49]
Sedangkan Mahmud Syaltout beropini bahwa wajib dizakati semua tumbuhan dan buah-buahan yang diproduksi manusia, berdasarkan firman Allah, sebagai berikut:
Kedua ayat tersebut memperlihatkan bahwa semua hasil bumi wajib dizakati tanpa terkecuali, termasuk pula hasil yang terkena pajak (kharajiyiiah), Adapun zakat hasil bumi itu berkaitan dengan masa panennya bukan setahun sekali, akan tetapi lebih dari sekali setahun atau sebaliknya bisa lebih dari setahun sekali zakatnya jikalau tumbuhan itu panennya lebih dari setahun.[51]
Adapun nisabnya yaitu bila telah mencapai lima wasak, sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Ishak bin Mansur, sebagai berikut:
ليس في حبّ ولا تمرّ صدقة حتىّ يبلغ خمسة او سقّ ولا فيماذون خمس دون صد قة ولا فيمادون خمس أواق صدقة[52]
Sedangkan kadar zakatnya yaitu 10% bila disiram dengan air sungai atau air hujan, dan 5% jikalau diairi dengan kincir yang ditarik oleh hewan atau disiram dengan alat yang memakan biaya. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat al-Bukhari dari Salim bin Abdullah:
Adapun berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan oleh departemen agama lima wasaq yaitu 750 kg beras atau 1350 kg gandum kering.[54]
d. Harta Perdagangan
Yang dimaksud dengan harta perdagangan yaitu semua bentuk harta yang diproduksi untuk dijualbelikan dengan majemuk cara dan membawa kenaikan dan manfaat bagi manusia.[55]
Adapun dalil yang memperlihatkan adanya kewajiban zakat pada harta perdagangan yaitu firman Allah:
Ayat ini mengandung makna bahwa wajib bagi semua harta yang dipergunakan dalam perjuangan kerja yang produktif untuk dikeluarkan zakatnya. Demikian pendapat Iman Abu Bakar Ibn Arabi dalam Ahkām al-Qur’ānnya, juga Imam al-Razi yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawi.[57] Pendapat mereka diperkuat lagi dengan hadis Nabi saw sebagai berikut:
Mengenai zakat tijarah ini, ulama zahiriyyah berbeda pendapat, bahwa tidak wajib dikeluarkan zakatnya atas harta perdagangan.[59]
Adapun syarat harta benda menjadi tijarah berdasarkan Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnahnya ada dua macam syarat, yaitu:
1. Hendaklah dimiliki secara nyata menyerupai dari jual beli
Disamping kedua syarat tersebut, harta perdagangan itu juga harus mencapai nisab dan haul. Adapun nisabnya yaitu seharga 20 misqal emas atau 94 gram emas murni, sedangkan kadar zakatnya yaitu 2,5%.[61]
Adapun cara mengeluarkan zakat barang dagangan tersebut berdasarkan Maimun bin Mihram, Hasan al-Basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawī dalam bukunya Fiqh az-Zakāh yaitu sebagi berikut: apabila sudah tiba waktu untuk mengeluarkan zakat, hitunglah berapa jumlah uang kontan yang ada, barang yang ada dan hitunglah nilai barang itu secara piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah hutangnya, gres dikeluarkan zakatnya.
2. Zakat Nafs
Zakat ini biasa disebut dengan zakat fitrah atau zakat fitri, lantaran zakat ini dihubungkan dengan bulan suci bulan puasa dan hari raya Idul fitri.
Zakat fitri yaitu pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang masuk akal pada malam hari raya Idul fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah dikarenakan telah selesai menunaikan ibadah puasa.
Zakat ini disyari’atkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, yaitu untuk mensucikan orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kotor dan keji serta untuk memberi makan orang-orang miskin.
Zakat ini merupakan zakat pribadi, sedangkan zakat mal merupakan pajak pada harta. Oleh lantaran itu tidak disyaratkan pada zakat fitrah apa yang disyaratkan pada zakat mal, menyerupai nisab dan syarat-syarat tertentu.
Adapun diwajibkannya zakat fitrah ini lantaran tiga hal, yaitu: Islam, terbenam matahari dan selesai bulan Ramadan.
Mengenai aturan melaksanakannya yaitu wajib berdasarkan nas al-Qur’an sebagai berikut:
Ayat ini berdasarkan Ibn Huzaimah, diturunkan berkenaan dengan zakat fitrah, takbir hari raya dan sembahyang.
Demikianpun berdasarkan Sa’id ibnu Musayyad dan Umar Ibn Abdul Aziz, bahwa zakat yang dimaksudkan dalam ayat tersebut yaitu zakat fitrah. Adapun nas hadis yang mengambarkan wacana zakat fitrah yaitu hadis riwayat muslim dari Ibn Umar. Rasulullah bersabda:
فرض زكاة الفطرمن رمضان على النّاس صاعامن تمر أوصاعامن شعيرعلى كلّ حر أوعبد ذ كر أو أنثي من المسلمين[63]
Hadis tersebut di atas memperlihatkan bahwa zakat fitrah itu wajib. Adapun yang menjadi perbedaan pendapat ulama yaitu mengenai batas waktu wajib.
Menurut Sauri, Ahmad, Ishak dan asy-Syafi’ī serta berdasarkan suatu informasi dari Malik, waktu wajibnya yaitu ketika terbenam matahari, pada malam lebaran, lantaran dikala itulah waktu berbuka puasa Ramadan. Sedangkan berdasarkan Imam Abu Hanifah, Lais, asy-Syafi’i, berdasarkan informasi yang lain dari Malik waktu wajibnya yaitu tatkala fajar dari hari lebaran.
Jumhur fuqaha beropini bahwa mengakhirkan zakat fitrah sesudah shalat Idul fitri yaitu makruh, lantaran maksud utama dari zakat fitrah yaitu mencukupkan orang-orang fakir dan peminta-minta dihari itu. Sehingga apabila mengakhirkannya, maka hilanglah sebagian waktu dari hari itu tanpa terbukti mencukupkannya.
Adapun jenis harta benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah ialah tumbuhan seperti: sya’ir, zabīb dan aqīt. Hal ini sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan Muslim dari abi Sa’id al-Khudri, sebagai berikut:
كنّا نخرج اذاكان فيهارسول الله ص.م زكاة الفطرعن كلّ صغيروكبيرحر أومملوك صاعامن طعام أو صاعاأقط أوصاعامن شعير أو صاعامن تمر أو صاعامن زبيب فلم نزل نخرجه حتّى قدم علينامعاويه بن أبىسفيان حاجاأومعتمرفكلّم النّاس على المنبرفكان فيما كلّم به النّاس أن قال: انّي أري أن مدين من سمر الشام تعدل صاعامن تمر فأخذ النّاس بذالك قال:أبوسعيدفأمّاأنافلا أزال اخرجه كماكنت اخرجه أبداماعشت[64]
Jenis tersebut merupakan awal dari makanan yang dijadikan zakat fitrah. Kemudian dihubungkan dengan segala rupa, makanan yang menjadi pengenyang di masing-masing tempat. Seperti beras bagi kita orang Indonesia .
D. Sasaran dan Hikmah Zakat
1. Sasaran zakat
Sasaran zakat ditujukan kepada delapan golongan atau yang disebut asnaf. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
انّماالصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليهاوالمؤلفة قلوبهم وفي الرّقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السّبيل[65]
Ayat tersebut di atas menjelaskan wacana sasaran zakat, yakni bahwa zakat ditujukan kepada delapan golongan. Adapun 8 golongan yang dimaksud yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, garim, sabilillah dan ibn sabil.
a. Fakir dan Miskin.
Fakir miskin yaitu orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah. Menurut Sayyid Sabiq, fakir miskin yaitu orang-orang yang ada dalam kebutuhan dan tidak mendapatkan apa yang mereka perlukan.[66] Sedangkan Imam asy-Syafi’i memperlihatkan pengertian tersendiri terhadap fakir miskin. Fakir yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula mempunyai mata pencaharian. Sedangkan miskin yaitu orang yang mempunyai harta atau mata pencaharian tetapi di bawah kucukupan.[67]
Oleh lantaran golongan fakir miskin ini yaitu orang-orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah, maka sasaran utama zakat yaitu untuk menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam.
b. Amil zakat
Yang dimaksud amil zakat yaitu orang-orang yang melaksanakan kegiatan urusan zakat mulai dari para pungumpul hingga bendahara dan penjaganya juga mulai dari pencatat hingga kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat dan membagi pada mustahiqnya.[68]
c. Muallaf
Adapun yang dimaksud muallaf yaitu mereka yang diharapkan kecenderungan atau keyakinannya sanggup bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas orang miskin, atau keinginan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[69]
d. Riqab
Riqab yaitu memerdekakan budak belian, hal ini diambilkan dalam penggalan ayat “وفىالرقاب “ adapun penyaluran dana zakat pada golongan riqab masa kini sanggup diaplikasikan untuk membebaskan buruh-buruh garang atau rendahan dari belenggu majikannya yang mengeksploitasi tenaganya, atau membantu orang-orang yang tertindak dan terpenjara, lantaran membela agama dan kebenaran.
Kondisi menyerupai ini banyak terjadi pada zaman sekarang, apalagi melihat kondisi perekonomian negara dan masyarakat semakin sulit diatasi. Dengan demikian pengembangan riqab semakin luas sesuai dengan perkembangan sosial, politik dan perubahan waktu.
e. Garimin (orang yang berhutang)
Menurut Imam Malik, asy-Syafi’i< dan Ahmad, bahwa orang mempunyai hutang terbagi dua golongan. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri, dan kedua yaitu orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat.[70]
f. Fi Sabilillāh
Di antara ulama dulu dan kini ada yang meluaskan arti sabilillāh, tidak khusus pada jihad yang berafiliasi dengan Tuhan, tetapi ditafsirkan pada semua hal yang meliputi kemaslahatan taqarub dan perbuatan baik, sesuai dengan penerapan arti asal kalimat tersebut.[71]
Menurut Zakiyah Darajat, penggunaan kata sabilillāh mempunyai cakupan yang sangat luas, dan bentuk praktisnya hanya sanggup ditentukkan pada kondisi kebiasaan waktu.[72] Kata tersebut sanggup dipakai dalam istilah jalan yang memberikan kepada keridaan Allah baik berupa pengetahuan atau amal perbuatan.[73]
g. Ibnu Sabil
Yang dimaksud Ibnu Sabil berdasarkan ulama ialah qiyasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas pada suatu tempat ke tempat lain untuk melaksanakan suatu hal yang baik, tidak untuk kemaksiatan. Menurut golongan Syafi’i ada dua macam, yaitu: orang yang akan bepergian dan yang sedang dalam perjalanan, mereka berhak meminta penggalan zakat meskipun ada yang menghutanginya dengan cukup. Menurut golongan ini ibnu sabil diberi dana zakat untuk nafkah, perbekalan dan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.[74] Zakiyah Darajat memasukkan dalam golongan ini yaitu para penuntut ilmu yang jauh dari orang renta dan kehabisan bekal dalam rantauannya.[75]
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian kali ini penulis memakai metode wawancara yaitu dengan mewawancari salah satu muzakki di desa Harjowinangun Barat RT 6 RW 6 yaitu Bapak Rosyidi, dia menyatakan bahwa pada era modern ini masyarakat termasuk dia kesulitan dalam membedakan antara orang yang tidak berhak mendapatkan zakat dan orang yang memang berhak mendapatkan zakat dan wajib untuk dizakati.
Banyak pula warga RT 6 Rw 6 yang mnyalurkan zakat kepada orang yang mempunyai korelasi keakraban yang lebih dekat contohnya lebih mengutamakan saudaranya dan tetangga terdekatnya. Sedangkan jikalau kita melihat itu sangat berbeda dengan yang ada dalam al-Qur’an sebagaimana telah ditetapkan Allah bahwa zakat hanya diberikan kepada delapan golongan. Adapula yang memperlihatkan zakatnya kepada karyawanya sehingga dalam masalah ini muzakki merangkap antara THR dan zakatnya, hal itu juga tidak bisa dibenarkan bahu-membahu semua karyawan tersebut memenuhi syarat sebagai peserta zakat.
Faktor yang menimbulkan terjadinya hal itu yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penget ahuan agama terlebih dalam ranah fiqh, sehingga sering kali masyarakat lebih mementingkan korelasi kekeluargaan tanpa memperhatikan keadaan dan kodisi peserta zakat.
Selain itu berdasarkan bapak Rosyidi rasa tidak lezat hati ewuh juga melatar belakangi para muzakki di RT 6 RW 6 lebih menentukan orang orang yang lebih dekat sebagai peserta zakat. Di tempat tersebut juga tidak ada tubuh amil zakat sehingga warga cukup kesulitan dalam penyaluran zakat dan pemerataan zakat.
at-Taubah ayat 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ )٦٠(
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. (At-Taubah: 60)
Makna Mufrodat
الفقرآء : Al-fuqara’ merupakan jamak dari faqir. Kata ini terbentuk dari kata faqura yang darinya terbentuk pula kata iftaqara yang berarti membutuhkan. Jadi, al-faqr artinya orang yang membutuhkan. Maka orang yang tidak mempunyai harta atau orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya disebut dengan faqir lantaran dia membutuhkan sumbangan orang lain. Quraish Shihab menyebutkan, faqir itu terbentuk dari kata faqr, yang berarti tulang punggung, faqr yaitu orang yang patah tulang punggungnya dalam arti bahwa beban yang dipikulnya demikian berat sehingga mematah tulang punggungnya.
المساكين : Jamak dari al-miskin, yang berasal dari kata sakana artinya hilang kegiatannya, lantaran menggantungkan kehidupannya kepada manusia. Miskin yaitu orang yang mempunyai penghasilan tetap, tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
سبيل الله : Jalan atau sarana yang mengantarkan penggunanya menuju ridha Allah dan pahala dari-Nya dan yang dimaksud dengannya yaitu setiap orangyang melaksanakan acara (kegiatan) yang masuk ke dalam kategori mentaati Allah.
Asbabun Nuzul
Ayat ini turun ketika orang-orang munafik yang kolot itu mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wacana pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
( إِنَّمَا الصَّدَقَات ) maksud dari ayat ini yaitu zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.
Penjelasan Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa ada delapan penggalan orang berhak mendapatkan zakat, yaitu fakir, miskin, ‘amil, muallaf, budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Ayat diatas menggambarkan pula bahwa diantara delapan ashnaf ada enam ashnaf yang menggunakan lam al-milk (yang memperlihatkan kepada kepemilikan) dan dua lainnya menggunakan fi zarfiyah (menunjukkan kepada tempat). Lam al-milk (kepemilikan) dipakai untuk fakir, miskin, ‘amil, muallaf, gharim, dan ibnu sabil. Sedangkan fi zarfiyah digunakan untuk budak dan sabilillah.
Yang dimaksud dengan fakir dalam ayat diatas yaitu orang yang tidak mempunyai perjuangan layak dan harta yang mencukupi kebutuhanya. Miskin yaitu orang yang telah mempunyai harta dan perjuangan yang patut, tetapi tidak mencukupi kebutuhanya.
Yang dimaksud dengan amil adalah orang yang bekerja mengurus harta zakat. Pekerjaan amil ini meliputi mendapatkan harta itu dari muzakki, menuliskan, mengumpulkan, dan membagikan kepada orang yang berhak menerimanya. Dan muallaf yaitu orang yang sudah masuk islam tetapi islamnya masih lemah maka dia diberi zakat biar imanya semakin kuat, dengan tujuan melunakkan hatinya biar tetap dalam islam.
Riqab adalah budak atau hamba sahaya yang belum merdeka, yaitu budak yang digantungkan kemerdekaanya oleh majikannya atas sejumlah harta yang harus dia serahkan kepada majikan tersebut sebagai penebus dirinya. Dalam fiqh disebut budak mukatab dan budak lainya tidak berhak mendapatkan zakat.
Gharim adalah orang yang berutang, baik utang langsung menyerupai utang keperluan makan, pakaian, pembangunan rumah, maupun kemslahatan umum dengan atas nama dirinya. Akan tetapi, utang itu disyaratkan bukan utang maksiat, menyerupai judi dan khamr.
Sedangkan sabilillah yaitu orang-orang yang berjuang dijalan Allah. Adapun ibnu sabil yaitu orang yang habis perbekalanya dalam perjalanan maka kepadanya diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan itu.[5]
Analisi
Dalam QS. at-Taubah ayat 60 menyatakn bahwa zakat dihentikan diberikan kepada orang-orang selain yang telah disebutkan oleh Allah SWT dan dihentikan pula mencegah zakat dari sebagian golongan diantara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya dibagikan kepada golongan-golongan tersebut secara merata, dengan mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainya.
Seperti yang telah dijelaskan diatas huruf lam yang terdapat pada lafaz lilfuqara memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati.
Penyaluran zakat hanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya saja dan tidak diberbolehkan kepada selain delapan golongan tersebut, fenomena yang terjadi di desa Harjowinangun Barat RT 6 RW 6 merupakan keawaman masyarakat terhadap pengertian ahsnaf dalam pembagian zakat, sehingga hal ini menjadikan terjadinya kesalahan dalam penyaluranya.
Meskipun muzakki diperbolehkan untuk mengutamakan saudaranya dalam penerimaan zakat, namun saudara yang memenuhi kriteria delapan golonganlah yang wajib dizakati jikalau saudaranya muzakki termasuk golongan orang yang bisa maka tidak berhak mendapatkan zakat.
Dan jikalau dalam suatu masyarakat yang keadaanya cukup sejahtera sehingga muzakki kesulitan dala penyaluran zakat, maka disinilah pentingnya ada tubuh amil zakat dimana BAZ akan membantu dalam menyalurkan zakat kepada orang orang yang berhak mendapatkan zakat. Terlebih lagi bisa rata dalam pembagianya.
Menurut penulis terhadap apa yang terjadi di RT 6 RW 6 tersebut bisa disiasati dengan melebihkan jumlah harta yang dikeluarkan artinya jika muzakki mengeluarkan harta lima juta rupiah maka bisa dilebihkan menjadi enam juta rupiah dengan tujuan selisih uang satu juta tersebut diberikan orang yang tidak termasuk delapan golongan peserta zakat.
Karena intinya zakat sangat berbeda dengan shodaqoh lantaran zakat lebih rinci yaitu harta yang harus diberikan orang orang yang telah disebutkan dalam firman Allah dan shodaqoh lebih global serta bisa diberikan kepada siapa saja serta berupa apa saja.
Di wilayah Bapak Rosyidi juga perlu adanya penyuluhan atau memperlihatkan klarifikasi wacana penggalan zakat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara muzakki dan orang yang tidak berhak mendapatkan zakat yang mempunyai korelasi yang dekat dengan muzakki sehingga rasa tidak lezat hati bisa hilang dengan pengetahuan wacana siapa saja yang wajib dan berhan dizakati
.
BAB IV
PENUTUP
Delapan golongan yang wajib dizakati yaitu fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Jika harta benda diberikan kepada selain delapan golongan tersebut maka tidak bisa disebut sebagi zakat.
Jika kita melihat hal yang terjadi di RT 6 RW 6 sangat dibutuhkan partisipasi dari orang yang menguasai duduk kasus zakat untuk melaksanakan penyuluha terhadap warga wacana zakat. Selain BAZ sangat dibutuhkan sebagi warak penyalur zakat untuk membantu dalam pembagian zakat dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pembagian zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Asmuni, Qawa’id al-Fiqhiyyah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992
Abi Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ari bin Ishak as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, 2 jilid, Beirut: Dar al-Fikr, t.t
Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Ibn Ibrahim bin Mugirah bin Bardizbah, Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Al-Buny, Djamaluddin Ahmad, Problematika Harta dan Zakat, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983
Al-Hasby, Muhammad Bagir, Fiqih Mudah Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Pendapat Ulama, Bandung: Mizan, 2002
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Al-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar, Tafsir Jalalain, Beirut: Dar al-Fikr, 1989
Anis, Ibrahim, dkk., Al-Mu’jam al-Wasit, 2 Jilid, Mesirt: Dar al-Lisan al-‘Arab, 1972
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1996
Asy-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad, Nail al-Autar, 4 Jilid,Libanon: Dar al-Jail, t.t.
Darajat: Zakiyah, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, Jakarta : Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1991
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa Masdar Helmi, Bandung: Gema Risalah Pers, 1997
Malik, Abu Abdillah Malik bin Anas, Al-Muwatta, ttp: tnp, t.t
Muslim, Abu Husain Muslim Ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, 9 jilid, Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Permono, Sjechul Hadi, Sumber-sumber Penggalian Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992
Soeb, Joesoef, Masalah Zakat dan Sisrem Moneter, Medan: Rainbow, 1987
Suma, Muhammad Amir,Tafsir Ahkam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997
Syahatih, Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern, alih bahasa Anshari Umar sitanggal, Jakarta: Pustaka dian Antar Nusa, 1987
[2] Yūsuf al-Qaradawī, Syari’at Islam Ditantang Zaman, terj. Abu Zaky (Surabaya: Pustaka Progresif, 1990), hlm.115.
[3] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, cet. ke-3 (Bandung: Mizan,1994), hlm.188.
[4] Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtāhid wa Nihāyah al-Muqtas}id,cet. ke-2 (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950) II: 251
[6]Al-Alamah Ibnu Manzūr, Lisān al-‘Arab,(Beirut : Dār Lisan al-‘Arab, t.t.), II: 36.
[7]At-Taubah (9): 103.
[8]Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,alih bahasa Agus Effendi dan Burhanuddin Fanany, kata pengantar Jalaluddin Rahmat, (Bandung: PT.Remaja Rosda karya,1995), hlm. 83.
[9] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dār al-kutub al-Araby, 1973), I: 276.
[10]Lebih lanjut al-Jazāirī memperlihatkan keterangan pengertian tersebut di atas bahwa seseorang yang telah mempunyai harta yang mencapai nisab zakat. Maka ia wajib memperlihatkan harta zakatnya kepada yang berhak dengan cara menjadikan milik. Abdurrahman al-Jazāirī, Al-Fiqh ‘alā al-Mazāhib al-‘Arba’ah, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), I:536.
[11]Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Autār,(Libanon: Dār al-Jail, t.t.), IV:169.
[12]Hasbi ash Shiddieqy, Zakat Sebagai Salah Satu Unsur Pembinaan Masyarakat Sejahtera, (Purwokerto: Matahari masa, 1969), hlm.11.
[13]Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, zakat Dan Wakaf, cet. ke-1 (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 39.
[15] Al-Muzzammil (73): 20.
[16] At-Taubah (9): 34 .
[17] Al-Baqarah (2): 43.
[18] Al-An’am (6): 141.
[19] Al-Baqarah (2): 277.
[20] Imām al- Bukhārī, Sahīh al-Bukhārī, Kitab al-Imān, (Beirut: Dār al-Fikr,1991), I:10. Hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Umar.
[21] Idem, penggalan wujub az-Zakāh, II: 124. Hadis sahih dari Abu Sufyan dari Ibnu Abbas.
[22] Wahbah al-Zuhailī, Zakat Kajian….., hlm. 90.
[23] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, penerj. Iskandar al-Barsany, cet. Ke-3, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 185.
[25] Ali Yafie, Makalah Seminar Pengembangan Manajemen Zakat tgl. 31Januari-1 Februari 1990 di IAIN Raden Intan Lampung, terkumpul dalam buku Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990), hlm. 18.
[26] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi…hlm. 41.
[27]Imām Muslim, Sahīh Muslim,Kitab az-Zakāh,(Beirut : Dār al-Fikr t.t) hlm. 390.
[28]Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), hlm. 128.
[29] Malik bin Anas, Al-Muwaţţa, Kitab az-Zakah penggalan az-Zakah fi al-‘ِِAini min az-zahab wa al-waraqi, (ttp: tnp, t.t.) Hadis no. 6 I:168.
[31] Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian…, hlm. 89.
[32] Muhammad Daud Ali, Sistem…, hlm. 42.
[33] An-Nahl (16): 44.
[34] Hasbi ash Siddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1996), hlm.32.
[35] Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat…, hlm. 176.
[36] At-Taubah (10): 34.
[38] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd,Kitab Az-Zakāh, (Beirut: Dar al-Fikr,1987), II:100, Hadis no. 1573, Hadis sahih dari Ali ra.
[40]Terdapat perbedaan pendapat mengenai ukuran emas 20 dinar dijadikan gram untuk ukuran Indonesia, ada yang beropini 85 gram, 94 gram dan 96 gram. Hal ini disebabkan ketidaksamaan dalam mengkonversi alat ukur yang akan dipakai masa dulu dan sekarang. Adapun 94 gram yaitu kadar zakat yang berlaku di Indonesia berdasarkan kode mentri agama no. 5 th. 1991. Lihat Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf, Pedomam zakat , cet. 16 (Jakarta: Dep.Ag., 1997), hlm. 135.
[41]Imām al- Bukhārī,Sahīh al-Bukhārī, Bab az-Zakat al-Baqar (Beirut: Dār al-Fikr,1981), II: 141Hadis dari Abī Zār.
[42] Muhammad Bagir al Hasby, Fiqih Mudah Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Pendapat Ulama, (Bandung : Mizan, 2002), I: 294.
[43]Imām al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, Bab Zakat al-Waraq,II: 137.
[44]Imam at-Turmużi, Sunan at-Turmużi,ِِ Abwab az-Zakah.Bab Ma ja’a fi Zakah al-Bakhari, (ttp: Dār al-Fikr, 1978), II: 68, Hadis sahih dari Mahmud bin Gailan Abdul Razaq.
[45]Termasuk dalam nisab tersebut yaitu domba dan biri-biri, Karena keduanya yaitu satu jenis. Lihat as-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,alih bahasa Muhyiddin Syaf, (Bandung : PT Al-Ma’arif, t.t.), hlm. 78.
[48] Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyyah. (Jakarta: Masagung, 1993), hlm. 210-211.
[49] Al-An’am (6): 141.
[50] Al-Baqarah (2): 267.
[51] Mahmud Syaltout, Al-Fatāwā, (ttp: Dār al-Qalam, t.t.), hlm. 122-123.
[52] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Kitab az-Zakāh, I: 390, Hadis dari Ishak bin Mansur.
[53] Imām al-Bukhari,Sahīh al-Bukhārī,Bab al-Usyr lima yusqa min mā’i samā’i wa bil mā’i jarī, II: 148, Hadis riwayat Bukhari dari Salim bin Abdullah.
[54] Proyek Peningkatan Sarana Keagaman Zakat dan Wakaf (Jakarta : Pedoman Zakat, t.t.), hlm. 197.
[55] Djamaluddin Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan Zakat, cet. Ke-2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), hlm. 115.
[56] Al-Baqarah (2): 167.
[57] Yūsuf al- Qaradawī, Fiqh az-Zakāh, I: 315 .
[58] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd, Kitab az-Zakāh, Bab al-‘urud Iża kāna li at-tijārah, II: 95, Hadis no. 1562 Hadis dari samurah bin jundab ra.
[59] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, I: 346.
[60] Syechul Hadi Purmono, Sumber-sumber Penggalian Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hlm. 133.
[62] Al-‘Ala (81): 14-15.
[63] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakat al-Fitri ‘alā al-Muslim min at-Tamri wa Syair, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi,t.t), hlm. 392.
[64] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakah al-Fitr, ‘alā muslimīn, I: 392.
[65] At-Taubah (9): 60.
[66] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj., hlm. 104.
[68]Yūsuf al-Qaradawi, Fiqh az-Zakāh, hlm. 546.
[72] Zakiyah Darajat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1991), hlm. 82.
[73] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj. hlm. 172.
[75]Zakiyah Darajat, Zakat…, hlm. 82.
0 Response to "Zakat Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat"
Post a Comment