Biografi Tuanku Imam Bonjol - Hero Nasional Dari Minangkabau
Profil dan Biografi Tuanku Imam Bonjol. Beliau dikenal sebagai salah satu pahlwawan nasional yang berasal dari minangkabau di Sumatera. Tuanku Imam Bonjol diketahui lahir pada tahun 1772 di Bonjol. Beliau mempunyai ayah berjulukan Bayanuddin dan ibu berjulukan Hamatun.
Ayah Tuanku Imam Bonjol populer sebagai seorang alim ulama asal Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Nama orisinil dari Tuanku Imam Bonjol ialah Muhammad Shahab, namun dikala dewasa, banyak gelar diberikan kepada Muhammad Shahab yaitu Tuanku Imam, Malin Basa dan Peto Syarif.
Ada salah seorang pemimpin dari Kamang yang berjulukan Tuanku Nan Renceh, ia merupakan Pemimpin Harimau Nan Salapan kemudian menunjuk Muhammad Shahab sebagai seorang imam atau lebih dikenal sebagai pemimpin untuk kaum padri di Bonjol. Sehingga dari situ ia kemudian lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol.
Tuanku Imam Bonjol populer dikala perlawanannya melawan penjajah Belanda dalam perang Padri. Perang Padri merupakan perang terlama yang berlangsung dari tahun 1803 sampai 1838 yang melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak.
Awalnya memang perang tersebut sanggup dikatakan sebagai perang saudara di Sumatera, Perang tersebut terjadi lantaran timbulnya kontradiksi antara kaum padri yang populer dari kalangan ulama dengan kaum ada yang merupakan masyarakat dari kerajaan pagaruyung.
Kaum Padri bahwasanya menginginkan supaya aturan di wilayahnya dijalankan sesuai dengan syariat Islam yang berpegang teguh pada Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, mengingat masyarakat disana masih mempunyai kebiasaan jelek menyerupai perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras serta aturan yang terlalu longgar, padahal masyarakat disana sudah banyak yang memeluk Islam. Tidak adanya kesepakatan antara kaum Padri dan kaum ada sehingga meletuslah perang Padri yang terkenal.
Awalnya perang padri melibatkan kaum padri yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman. Tuanku Pasaman kemudian menyerang kaum moral yang dipimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah. Serangan pertama di Pagaruyung terjadi pada tahun 1815 dan kemudian pertempuran selanjutnya pecah di Koto Tengah erat Batu Sangkar. Pertempuran ini kemudian menciptakan Sultan Arifin Muningsyah terdesak dan terpaksa melarikan diri dari kerajaanya di Lubukjambi.
Tuanku Imam Bonjol Memimpin Perang Padri
Akibat terdesaknya kaum moral dikala itu sehingga mereka kemudian meminta proteksi Belanda, secara resmi kemudian Belanda membantu kaum moral untuk berperang melawan kaum Padri melalui sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1821 di Padang.
Isi perjanjian tersebut menyebutkan bahwa Belanda akan mendapat penguasaan wilayah di pedalaman Minangkabau. Perjanjian tersebut dihadiri oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar. Adanya campur tangan Belanda membantu kaum moral melawan kaum padri menciptakan situasi semakin rumit.
Meskipun Belanda turut campur dalam perang Padri tersebut, tetapi Belanda juga cukup kesulitan dalam melawan Kaum Padri yang dikala itu sudah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Belanda yang kesulitan kemudian mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai, hal tersebut kemudian dituangkan dalam perjanjian Masang di tahun 1824.
Perjanjian tersebut harus dilakukan oleh Belanda mengingat mereka dikala itu kehabisan dana untuk melaksanakan perang alasannya belanda juga harus memadamkan perang yang terjadi di tempat lain menyerupai perang Diponegoro. Tetapi perjanjian tersebut tidak berlangsung usang alasannya Belanda kemudian menyerang nagari Pandai Sikek.
Hingga pada tahun 1833, bendo Padri kemudian memasuki babak baru, Kaum moral kemudian berbalik bersatu dengan kaum Padri melawan Belanda. Mengingat perang tersebut ternyata hanya menyengsarakan rakyat Minangkabau. Bersatunya Kaum Adat dan Kaum Padri ditandai dengan Plakat Puncak Pato di Tabek Patah.
Agar pengepungan dan penyerangan tersebut berhasil, Belanda terus menerus meminta proteksi pasukan dari Batavia. Hal ini kemudian menciptakan posisi Tuanku Imam Bonjol menjadi terjepit. Namun Tuanku Imam Bonjol tetap melaksanakan perlawanan dan tidak mau menyerah.
Akhir Perang Padri dan Penangkapan Tuanku Imam Bonjol
Pada tanggal 16 Agustus 1837 barulah benteng Bonjol sanggup dikuasai oleh Belanda sehabis usang dikepung. Untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol sendiri, Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berunding di Palupuh pada bulan Oktober 1837.
Di tempat itu ia kemudian ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan di Cianjur, Jawa Barat. Dari Cianjur, ia kemudian dibawa ke Ambon sampai kemudian dipindahkan di Lotak, Minahasa, erat Manado. Disana Tuanku Imam Bonjol kemudian meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864 dan kemudian dimakamkan ditempat tersebut.
Pemerintah Indonesia kemudian mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebgaai Pahlawan Nasional berkat perjuangannya melawan penjajah Belanda. ia diberi gelar sebagai jagoan nasional pada tanggal 6 November 1973. Nama Tuanku Imam Bonjol juga banyak diabadikan sebagai nama Jalan, selain itu ia juga digambarkan dalam uang cuilan 5.000 rupiah. Nama Tuanku Imam Bonjol juga banyak dipakai sebagai nama ruang publik menyerupai stadion dan nama universitas. Biografiku.com

Ada salah seorang pemimpin dari Kamang yang berjulukan Tuanku Nan Renceh, ia merupakan Pemimpin Harimau Nan Salapan kemudian menunjuk Muhammad Shahab sebagai seorang imam atau lebih dikenal sebagai pemimpin untuk kaum padri di Bonjol. Sehingga dari situ ia kemudian lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol.
Tuanku Imam Bonjol populer dikala perlawanannya melawan penjajah Belanda dalam perang Padri. Perang Padri merupakan perang terlama yang berlangsung dari tahun 1803 sampai 1838 yang melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak.
Awalnya memang perang tersebut sanggup dikatakan sebagai perang saudara di Sumatera, Perang tersebut terjadi lantaran timbulnya kontradiksi antara kaum padri yang populer dari kalangan ulama dengan kaum ada yang merupakan masyarakat dari kerajaan pagaruyung.
Kaum Padri bahwasanya menginginkan supaya aturan di wilayahnya dijalankan sesuai dengan syariat Islam yang berpegang teguh pada Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, mengingat masyarakat disana masih mempunyai kebiasaan jelek menyerupai perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras serta aturan yang terlalu longgar, padahal masyarakat disana sudah banyak yang memeluk Islam. Tidak adanya kesepakatan antara kaum Padri dan kaum ada sehingga meletuslah perang Padri yang terkenal.
Awalnya perang padri melibatkan kaum padri yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman. Tuanku Pasaman kemudian menyerang kaum moral yang dipimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah. Serangan pertama di Pagaruyung terjadi pada tahun 1815 dan kemudian pertempuran selanjutnya pecah di Koto Tengah erat Batu Sangkar. Pertempuran ini kemudian menciptakan Sultan Arifin Muningsyah terdesak dan terpaksa melarikan diri dari kerajaanya di Lubukjambi.
![]() |
Lukisan Perang Padri |
Akibat terdesaknya kaum moral dikala itu sehingga mereka kemudian meminta proteksi Belanda, secara resmi kemudian Belanda membantu kaum moral untuk berperang melawan kaum Padri melalui sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1821 di Padang.
Isi perjanjian tersebut menyebutkan bahwa Belanda akan mendapat penguasaan wilayah di pedalaman Minangkabau. Perjanjian tersebut dihadiri oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar. Adanya campur tangan Belanda membantu kaum moral melawan kaum padri menciptakan situasi semakin rumit.
Meskipun Belanda turut campur dalam perang Padri tersebut, tetapi Belanda juga cukup kesulitan dalam melawan Kaum Padri yang dikala itu sudah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Belanda yang kesulitan kemudian mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai, hal tersebut kemudian dituangkan dalam perjanjian Masang di tahun 1824.
Perjanjian tersebut harus dilakukan oleh Belanda mengingat mereka dikala itu kehabisan dana untuk melaksanakan perang alasannya belanda juga harus memadamkan perang yang terjadi di tempat lain menyerupai perang Diponegoro. Tetapi perjanjian tersebut tidak berlangsung usang alasannya Belanda kemudian menyerang nagari Pandai Sikek.
Hingga pada tahun 1833, bendo Padri kemudian memasuki babak baru, Kaum moral kemudian berbalik bersatu dengan kaum Padri melawan Belanda. Mengingat perang tersebut ternyata hanya menyengsarakan rakyat Minangkabau. Bersatunya Kaum Adat dan Kaum Padri ditandai dengan Plakat Puncak Pato di Tabek Patah.
...Adopun aturan Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian? (Adapun banyak aturan Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?)Kalimat diatas merupakan rasa penyesalan atas tindakan kaum Padri atas sesama orang Minang, Mandailing dan Batak. Belanda kemudian melaksanakan pengepungan dan penyerangan ke Benteng Kaum Padri. Pengepungan dan penyerangan ini berlangsung selama enam bulan.
Agar pengepungan dan penyerangan tersebut berhasil, Belanda terus menerus meminta proteksi pasukan dari Batavia. Hal ini kemudian menciptakan posisi Tuanku Imam Bonjol menjadi terjepit. Namun Tuanku Imam Bonjol tetap melaksanakan perlawanan dan tidak mau menyerah.
Akhir Perang Padri dan Penangkapan Tuanku Imam Bonjol
Pada tanggal 16 Agustus 1837 barulah benteng Bonjol sanggup dikuasai oleh Belanda sehabis usang dikepung. Untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol sendiri, Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk berunding di Palupuh pada bulan Oktober 1837.
Di tempat itu ia kemudian ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan di Cianjur, Jawa Barat. Dari Cianjur, ia kemudian dibawa ke Ambon sampai kemudian dipindahkan di Lotak, Minahasa, erat Manado. Disana Tuanku Imam Bonjol kemudian meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864 dan kemudian dimakamkan ditempat tersebut.
![]() |
Wajah Tuanku Imam Bonjol pada Uang Lima Ribu. |
0 Response to "Biografi Tuanku Imam Bonjol - Hero Nasional Dari Minangkabau"
Post a Comment